“Pahlawan tanpa tanda jasa” itulah sebutan
untuk guru yang mengabdi demi mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Ilmu
pengetahuan, nilai (value), serta keterampilan
diberikan oleh guru kepada muridnya yang akan menjadi generasi penerus bangsa. Dari
guru seorang anak belajar membaca, menulis, dan berhitung. Seorang anak yang
bagaikan selembar kertas putih mulai belajar berbagai macam hal yang diajarkan
oleh gurunya.
Begitu mulia tugas guru untuk menjadi seorang
pendidik dalam mengentaskan kebodohan di negeri ini. Namun, masih sering kita
jumpai guru melakukan tindak kekerasan kepada murid. Entah itu dengan memukul
atau dengan berkata kasar kepada murid. Tak jarang guru memukul siswanya sampai
si siswa mengalami luka, baik itu luka secara fisik maupun psikis. Luka fisik
akan menimbulkan bekas luka pada tubuh anak, bahkan kekerasan secara fisik
dapat menyebabkan kematian pada anak. Memukul anak dengan menggunakan benda
seperti kayu, rotan dapat menyebabkan luka pada tubuh anak, atau apabila anak
sudah tidak sanggup menerima pukulan tersebut dapat menyebabkan kematian
seorang anak.
Luka psikis agak sulit untuk diobati. Siswa
akan mengalami gangguan mental, contohnya siswa akan menjadi lebih agresif
karena meniru tindakan sang guru. Anak-anak masih berada pada tahap di mana ia
meniru perilaku yang dilakukan orang dewasa. Saat anak sering menjumpai
perilaku kekerasan maka anak akan meniru tindakan yang dilihatnya. Anak akan
menjadi agresif dan mudah marah serta menggunakan kekerasan ketika menemukan
suatu masalah. Dampak lain adalah siswa menjadi pendiam dan tidak mau
menyampaikan pendapatnya saat di kelas karena takut dimarahi atau dipukul
gurunya. Tak jarang siswa SD masih merasa takut salah jika ditanya oleh gurunya,
ia lebih baik diam daripada menjawab dengan salah. Hal ini dapat mematikan kreativitas
siswa, siswa seakan dihantui dengan rasa bersalah. Apabila hal ini terus
terjadi, seorang anak akan kehilangan daya kreativitasnya sampai ia dewasa
kelak.
Siswa SD memang sulit di atur, banyak bicara,
suka berlari di dalam kelas. Ini semua membutuhkan kesabaran dan kreativitas
dari guru untuk menciptakan suasana kelas yang menyenangkan dan kondusif. Guru
tidak boleh ringan tangan dan membentak siswa dengan kata-kata kasar, karena
akan berdampak pada kepribadian siswa. Guru harus bisa menjadi orang tua dan
teman yang baik bagi siswa. Guru harus mampu menjadi pembimbing di saat siswa
membutuhkan bimbingan. Guru adalah orang tua di sekolah. Oleh karena itu guru
harus mampu mengayomi seluruh siswa yang ada di kelas. Saat siswa sulit diatur,
di sinilah guru ditantang untuk bisa kreatif dan inovatif dalam merancang
suasana kelas. Guru adalah teman bagi siswa, saat siswa membutuhkan bantuan.
Oleh karena itu, guru bukanlah orang yang harus ditakuti oleh siswa, guru
adalah teman dan orang tua bagi siswa.
Siswa akan lebih menyukai suasana belajar yang
menyenangkan dan gembira. Saat kondisi senang dan gembira itulah siswa akan
lebih mudah menyerap materi pelajaran yang disampaikan guru. Hal sebaliknya, apabila
siswa dalam kondisi yang tertekan, marah, sedih, atau ketakutan maka kemampuan
belajar siswa menjadi kurang maksimal. Pada kondisi tersebut, kemampuan otak
untuk berfikir rasional menjadi mengecil. Apabila siswa belajar dalam kondisi
yang menurutnya kurang menyenangkan, maka siswa akan merasa kesulitan untuk
menerima materi pembelajaran yang diberikan guru.
Guru yang ramah, humoris dan menyenangkan akan
lebih disukai oleh siswanya, daripada guru yang berlabel galak. Guru yang
berlabel galak akan ditakuti oleh para siswanya dan siswa akan menjadi tidak
nyaman saat proses pembelajaran berlangsung. Siswa akan merasa tertekan dan
depresi karena takut salah apabila diajar oleh guru yang sudah dicap galak.
Siswa yang menjawab dengan salah tidak boleh dibentak atau bahkan dipukul. Jawaban
salah juga harus tetap diberi penghargaan oleh guru. Hal tersebut dimaksudkan
agar siswa tidak merasa minder dari teman-teman yang lain. Justru dengan
jawaban salah tersebut siswa akan belajar untuk mencari jawaban yang benar. Seperti
halnya Thomas Alfa Edison, penemu lampu pijar, yang harus melakukan seratus
kali percobaan sebelum ia berhasil menemukan lampu pijar.
Guru harus mampu membuat strategi pembelajaran
yang menyenangkan sehingga bisa membuat suasana kelas menjadi kondusif. Jalan
kekerasan sangat tidak dianjurkan untuk menertibkan siswa yang nakal dan ramai
saat di kelas. Tugas mulia guru adalah mengajar, bukan menghajar siswa,
mendidik siswa bukan menghardik siswa. Guru adalah orang yang akan “digugu dan ditiru” oleh siswanya, jadi
tidak sepantasnya guru melakukan kekerasan pada siswa yang hanya akan membawa
dampak negatif bagi perkembangan siswa. Dampak negatif tersebut dapat terbawa
sampai anak dewasa atau bahkan tua nanti.
Termuat di Koran Merapi
Kamis, 14 Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar